Entri Populer

Thursday, October 13, 2011

Sindrom Darah Kental Picu Stroke dan Serangan Jantung

Sindrom Darah Kental Picu Stroke dan Serangan Jantung



Waspadalah jika anda sering mengalami migrain, apalagi jika gangguan tersebut sudah terjadi sejak mash muda. Bisa jadi sakit kepala sebelah tersebut merupakan gejala awal dari sindroma pengentalan darah.

Sindrom darah kental atau yang disebut sindrom antifosfolipid (Antiphospolipid Syndrome atau APS) merupakan penyakit autoimun. Akibat terlalu kental, aliran darah ke seluruh tubuh jadi tidak lancar.

Pasokan oksigen ke seluruh tubuh jadi terhambat karena darah merupakan pembawa oksigen di dalam tubuh. Serangkaian gejala bisa muncul akibat kekentalan darah berlebih, misalnya migrain atau bercak biru pada kulit.

Sindroma itulah yang dialami oleh Gina, karyawati swasta berusia 32 tahun. Awalnya ia sering mendapati bercak-bercak biru di daerah kaki, tanpa sebab jelas. Ia merasa tidak terbentur benda keras, tidak jatuh juga, tetapi di kakinya mudah sekali muncul bercak-bercak biru, bahkan bisa sampai keunguan.

Setelah ke dokter, baru diketahui dirinya mengalami pengentalan darah. "Kata dokter sih ada antibodi ACA yang nakal," ujarnya.

Oleh dokter, ia diberi obat pengencer darah dalam bentuk suntikan. Ia pun sempat dirawat di rumah sakit. Namun, ia tetap bersyukur, kondisi ini diketahui sejak dini. "Jadi saya tidak sampai berobat suntik setiap hari," tuturnya.


Sudah banyak korban

Menurut Dr. Aru W. Sudoyo, MD, Ph.D, spesialis hematologi-onkologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sindrom darah kental sebenarnya bukan hal baru, tetapi hanya sedikit orang yang tahu atau mewaspadainya. Akibatnya, kesadaran masyarakat untuk menghindari penyakit ini sangat rendah. Padahal, sudah banyak korban stroke atau serangan jantung akibat darah kental.

Dalam darah pasien APS atau yang dikenal juga dengan sindrom Hughes, ditemukan antibodi fosfolipid, yang merupakan salah satu faktor risiko di mana darah cenderung kental dan mudah membeku, sehingga dapat menyebabkan sumbatan di pembuluh darah nadi (arteri) maupun pembuluh darah balik (vena). Keberadaan antibodi fosfolipid ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan labotarium.

"Hasil pemeriksaan akan menunjukkan ada tidaknya Antibody Anti-Aardiopilin (ACA) dan Lupus Coagulan (LA) yang berperan pada pengentalan darah," ujar Prof.DR.Dr. Karmel L. Tambunan, DSPD, KHOM, FCATH, dari FKUI yang mendalami APS.

Adanya antibodi ini bukan berarti seseorang akan mengalami pembekuan darah. Namun, risiko terjadi pembekuan darah akan lebih besar. Banyak individu dengan antibodi ini tidak mengalami sumbatan pembuluh darah (trombosis). Ada yang mengalami gejala akibat trombosis di masa depan. Ada pula yang menunjukkan gejala sindrom darah kental di usia muda.

Seseorang harus memenuhi beberapa kriteria untuk didiagnosis menderita sindrom darah kental. Contohnya, kebiasaan tidak sehat seperti merokok, mengonsumsi makanan tinggi kolesterol, menggunakan obat kontrasepsi hormonal, atau adanya penyakit autoimun lain yang dapat memicu terjadinya APS.


Faktor keturunan

Bila seseorang memiliki kolesterol tinggi atau punya kebiasaan merokok, darah yang sudah kental akan semakin susah mengalir. Kolesterol yang menempel di dinding pembuluh darah membuat penampang pembuluh darah menyempit.

Asap rokok akan merusak lapisan dinding pembuluh darah bagian dalam (endotel). Endotel ini turut mengaktifkan sistem pembekuan darah. Bila endotel rusak, trombosit akan mudah melekat satu sama lain dan menghambat aliran darah.

Penyumbatan bisa terjadi di seluruh pembuluh darah. Dampaknya tergantung pada bagian pembuluh darah yang terhambat. Jika penyumbatan terjadi di pembuluh otak, akan terjadi stroke. Jika terjadi pada pembuluh jantung, akan menyebabkan serangan jantung.

Penyebab pasti dari APS ini masih belum jelas. "Diduga karena faktor keturunan atau genetik," ucap Prof. Karmel.

Mereka yang memiliki darah kental secara genetis berisiko tinggi mengalami penggumpalan darah pada usia muda. Karenanya, ada kemungkinan mereka harus minum obat antikoagulan seumur hidup.

"Untungnya, APS yang disebabkan faktor keturunan hanya menimpa sedikit dari populasi manusia di Indonesia," imbuh Dr. Aru.

Sayangnya, di Indonesia belum ada data jumlah pasien usia muda yang mengalami darah kental. Dikatakan, hampir setiap hari selalu ada pasien baru yang didiagnosis darah kental di Klinik Hematologi RSCM dan Medistra, tempat ia berpraktik.


Dosis uji coba

Untuk mengobati sindrom darah kental, pasien diberi obat antikoagulan yang berfungsi mengencerkan darah. Dosis yang diberikan ditentukan secara uji coba dengan titrasi sampai didapatkan dosis yang dapat membuat darah menjadi encer, tetapi tidak menyebabkan komplikasi perdarahan.

Pengukuran yang digunakan adalah International Normalized Ratio (INR) yang membandingkan darah pasien dengan darah normal. Semakin tinggi rasio, darah semakin kurang kental (semakin encer).

Pengukuran INR tersebut dilakukan secara berkala dan dicatat dalam kartu catatan khusus mengenai dosis antikoagulan dan hasil INR. Umumnya diharapkan angka INR berkisar antara 2-3.

Sama seperti mencegah penyakit lain, untuk menghindari sindrom ini cukup mudah. Cukup dengan berolahraga teratur, menjalani gaya hidup sehat seperti memperbanyak konsumsi sayuran serta buah-buahan segar, serta banyak minum air putih. Hentikan kebiasaan merokok dan asupan makanan cepat saji yang umumnya tinggi lemak dan garam.


Mata Sampai Kaki Kena Getahnya

Sejumlah gangguan akibat sindrom darah kental:

Sakit kepala atau migrain
Penderita sering migrain atau sakit kepala saat remaja. Ini merupakan salah satu tanda penting dari sindrom Hughes. Sakit kepala akan meningkat ketika dilakukan pengobatan. Merasa limbung ketika berjalan dan seperti melihat kilatan cahaya juga menyertai sakit kepala yang dirasakan pasien.

Merasa mabuk
Pasokan oksigen ke otak dapat berkurang akibat pengentalan darah, sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan. Banyak pasien yang mengeluh merasa seperti mabuk. Hal ini dapat mengakibatkan berbagai kecelakaan pada pasien.

Hilang ingatan
Menurunnya atau bahkan kehilangan daya ingat karena suplai oksigen yang dibawa oleh darah ke otak berkurang. Banyak pasien yang lupa nama teman atau keluarga, hal-hal yang harus mereka lakukan, atau lupa apa yang baru saja dikatakan. Biasanya daya ingat akan meningkat setelah diterapi.

Gangguan penglihatan
Pasien dapat mengalami pandangan ganda, berbayang, bahkan sama sekali tidak melihat. Hal ini, terjadi karena pasokan darah ke jaringan arteri dan vena di mata mengalami hambatan akibat darah mengental.

Gangguan kulit
Banyak pasien sindrom darah kental mengeluhkan gangguan kulit berupa noda di sekitar lengan dan kaki, yang istilah medisnya livedo reticularis.

Trombosis
Trombosis atau darah menggumpal terjadi jika sindrom ini tidak ditangani secara serius. Trombosis dapat terjadi pada organ mana saja, termasuk yang vital seperti mata, hati, dan ginjal.

Serangan jantung
Sindrom darah kental dapat memicu serangan jantung dan masalah pada katup jantung serta menimbulkan penggumpalan pada serambi atas jantung.

Stroke
Penyakit yang paling ditakuti akibat penggumpalan darah adalah stroke yang dapat mengakibatkan kelumpuhan.

Penyumbatan paru
Penyumbatan pada paru terjadi bila pembuluh darah yang mengalir ke paru-paru tersumbat akibat darah menggumpal. Gumpalan darah pada jantung bisa menimbulkan nyeri di dada, napas pendek, atau tersengal. Penyumbatan paru yang sudah parah dapat berakibat fatal.

Gangguan pada usus
Sindrom darah kental dapat memengaruhi aliran darah ke usus hingga menyebabkan sakit pada bagian perut, demam, ataupun perdarahan pada anus ketika duduk.


Sindrom Hughes Sebabkan Keguguran

Kasus APS atau sindrom Hughes ini jika menimpa ibu hamil dapat menyebabkan keguguran. Karena itu, bagi Anda yang pernah keguguran, ada baiknya untuk rutin memeriksakan diri ke dokter.

Mengentalnya darah dapat mengganggu sirkulasi nutrisi dan oksigen ke janin. Semakin kental darah, asupan makanan ke janin rentan terhenti, akibatnya janin bisa meninggal atau gugur. Tak hanya mengenai bayi, APS juga bisa berdampak buruk bagi ibu.

Wanita dengan ACA tinggi, disarankan untuk tidak hamil sebelum memiliki kadar ACA normal. Seandainya sudah hamil, dapat dilakukan terapi untuk mengencerkan darah.

Yang agak merepotkan adalah terapi lewat suntikan karena harus dilakukan di sekitar pusar, dua kali sehari. Suntikan ini bisa dilakukan sendiri atau dibantu orang lain. Tentu perlu latihan untuk dapat menyuntik sendiri.

Suntikan tidak membahayakan janin karena tak menembus barier plasenta, sehingga tidak ada kemungkinan terserap janin. Dampak terapi suntikan adalah berat badan bayi berkurang, meski tidak mengganggu perkembangan fisik. Dampak pada ibu antara lain gatal, biru atau lebam di sekitar bekas suntikan.

"Setelah lahir, ada baiknya bayi menjalani pemeriksaan untuk mengetahui apakah mengidap APS atau tidak," kata Prof. Karmel.

Bahkan, ada yang sejak dari dalam kandungan harus diperiksa. Caranya dengan mengambil sampel dari tali pusat. Mengingat risiko dan efek sampingnya cukup tinggi, pemeriksaan pada janin ini dilakukan hanya dalam kondisi sangat mendesak. "Contohnya, si ibu sering keguguran," ujarnya.

Untunglah, kasus APS pada anak jarang ditemukan. Satu hal yang pasti, anak-anak yang lahir dari penderita APS jauh lebih besar risikonya menderita penyakit ini dibandingkan anak lainnya.

Itu sebabnya si anak harus diperiksa untuk memastikan ada-tidaknya APS. Bila ada APS, ia harus diobati, bisa dengan cara oral maupun suntik.


Pasien Bisa Suntik Obat Sendiri

Dalam terapi menggunakan obat antikoagulan, dokter akan mengawasi dan memantau apakah dosis yang digunakan sudah tepat dengan tes darah. Hal ini untuk memastikan darah tidak terlalu encer, sehingga dapat membeku ketika pasien mengalami perdarahan.

Beberapa macam obat antikoagulasi (dengan resep dokter) yang umum digunakan untuk mengencerkan darah adalah:

Warfarin (coumadin)
Obat antikoagulan yang satu ini berbentuk pil, sehingga, lebih mudah digunakan daripada heparin. Namun, ada anggapan bahwa warfarin dapat berpengaruh pada kehamilan.

Karena itu, warfarin tidak selalu dianjurkan pada wanita hamil, terutama jika belum melewati trimester pertama. Warfarin bisa digunakan pada wanita hamil dengan catatan jika keuntungannya lebih besar dibandingkan dengan risikonya.

Terapi antikoagulasi akan lebih rumit pada saat kehamilan. Biaya terapi akan lebih mahal, memerlukan suntikan lebih teratur, dan mempunyai risiko terhadap kehamilan.

Heparin
Heparin diberikan lewat suntikan. Obat antikoagulasi ini bekerja lebih cepat daripada jenis warfarin. Heparin jenis terbaru yang mengandung dosis rendah, dapat disuntikkan sendiri oleh pasien dengan mudah menggunakan jarum suntik kecil yang telah tersedia dalam paket obatnya.

Heparin digunakan pada tiga kondisi utama yakni segera setelah terjadinya trombosis karena kerjanya cepat, menjelang operasi atau melahirkan karena kerja obat dapat dihentikan dan dimulai lebih cepat daripada warfarin dan digunakan bila diperlukan pada kehamilan karena warfarin dapat berbahaya dan bersifat racun bagi perkembangan janin pada masa kehamilan tertentu.

Aspirin
Aspirin dalam dosis rendah antara 75-100mg per hari dapat digunakan sebagai obat pengencer darah yang efektif. Efek sampingnya pun sedikit, biasanya berupa alergi, terutama pada penderita asma.

Jika pasien mengalami trombosis, pengobatan yang dilakukan adalah menggabungkan heparin dengan warfarin. Pemberian heparin akan dihentikan setelah beberapa lama, kemudian dilanjutkan dengan warfarin saja.

Pengobatan ini bisa ditambah aspirin dosis rendah untuk mencegah darah menggumpal di arteri.


Sumber: Senior